Jumat, 14 September 2012

Manusia-Manusia Paling Misterius di Indonesia, review Dion Yulianto

Judul                           : Manusia-Manusia Paling Misterius di Indonesia
Penulis                        : Anton WP
Desain layout dan sampul : Yudhi Herwibowo
Cetakan                      : 1, 2012
Tebal                          : 126 halaman
Penerbit                      : Buku Katta
 



             Gadjah Mada, Si Pitung, dan Hang Tuah; Kita mungkin merasa sudah mengenal tokoh-tokoh ini dalam buku-buku sejarah dan buku-buku pelajaran di sekolah. Ronggowarsito dan Syeh Siti Jenar  meskipun sedikit misterius namun sedikit banyak kita juga merasa telah mengenal dua tokoh populer dari Jawa Klasik itu. Begitu juga dengan Tan Malaka, Supriyadi, dan Kahar Muzakkar; walaupun terkenal karena misteri dan aneka kontroversi yang melingkupinya, namun kita merasa sudah cukup mengenal mereka walau hanya sekilas. Benarkah demikian? Lalu, tahukan Anda tentang Syam Kamaruzaman dan Sudjana Kerton? Percaya atau tidak, kedua nama yang disebut terakhir itu ternyata memiliki gaung dan jejak yang cukup terkenal di Indonesia. Setelah membaca buku ini, saya sendiri merasakan bahwa ternyata kita selama ini belum terlalu mengenal tokoh-tokoh hebat dalam sejartah Nusantara ini sepenuhnya.

            Dimulai dari patih terpopuler dari kerajaan Majapahit, Gajah Mada yang kita tahu terkenal karena Sumpah palapanya. Namanya pertama kali dikenal dalam kitab Negarakertagama yang ditemukan di Istana Cakranegara, Lombok  pada 1894. Dari kitab dan catatan klasik, dikisahkan bahwa Gajah Mada adalah seorang patih yang berhasil menaklukan berbagai kerajaan di Nusantara. Namun, sangat sedikit yang diketahui khalayak mengenai akhir kehidupannya. Buku karya Anton WP ini mencoba untuk mendedahkan sejumlah teori yang berkenaan dengan periode kehidupan Gajah Mada secara lebih lengkap. Lalu, ada juga kisah tentang Hang Tuah, pahlawan kebanggaan rakyat Melaka dan sampai sekarang masih dipertanyakan keberadaannya dalam sejarah; begitu pula sebuah temuan unik yang menyebutkan bahwa makam Hang Tuah ada di Palembang, bukan di Malaysia. Pahlawan lain yang juga disinggung adalah SI Pitung, jago silat dari Betawi yang menentang kolonial Belanda.

            Di ranah keagamaan, penulis juga menyinggung nama Syeh Siti Jenar; salah satu dari wali  yang dengan terpaksa “diwafatkan” oleh rekan-rekan walinya karena ajaran Manunggaling kawulo Gusti-nya yang cukup kontroversi ini. Dalam tulisannya mengenai wali yang kesepuluh ini, penulis dengan hati-hati namun tetap kritis menyebutkan mengapa dan apa yang membuat ajaran Syeh Siti Jenar ditolak oleh sembilan wali yang lainnya. Anda pasti manggut-manggut dan mampu memahami alasan dibalik peristiwa yang konon sangat kontroversial ini. Bahwa beliau ingin segera menyatu dengan Tuhannya, dan bahwa penduduk Jawa pada masa itu mungkin belum mampu mencerna ajarannya yang terlampau mendalam ke ranah kesufian. Bacalah sendiri alasan sesungguhnya, yang sebenarnya sangat indah itu. Masih dari era klasik, penulis juga menyinggung Ronggowaristo yang terkenal sebagai Nostradamus Nusantara. Dalam bab khusus tentangnya, penulis menguraikan masa kecil dan dewasa dari penyair termasyur dari kraton Solo ini, juga tentang ramalannya mengenai wolak-waliking jaman.

            Dari sejarah kontemporer Indonesia; ada Tan Malaka, Supriyadi, dan Kahar Muzakar. Info paling menyentak dimunculkan pada sosok Tan Malaka—yang selama ini kita mengenalnya sebagai pengikut komunis. Pada kenyataannya, tan Malaka adalah seorang pahlwan yang jasanya mungkin dapat disejajarkan denan Sukarno, Hattam dan Syahrir. Bahkan, keempatnya pernah bahu membahu berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan Republik. Sedihnya, Tan Malaka adalah salah satu dari pahlawan bangsa yang gugur di tangan bangsanya sendiri.

            “Sejarahwan Anhar Gonggong mengakui Tan Malaka kurang dikenal sebagai pahlawan karena rezim Orba menganggapnya komunis, padahal ia sebenarnya bersebrangan dengan tokoh-tokoh komunis seperti Muso dan Alamin. (hal 68).

            Ada juga Supriyadi, pahlawan pemimpin pemberontakan PETA di Blitar tahun 1923, yang sampai sekarang keberadaan dan makamnya (sekiranya beliau sudah wafat) masih menjadi misteri. Penulis mendedarkan fakta-fakta yang selama ini luput kita perhatikan mengenai tokoh satu ini, mislanya saja pengakuan seorang yang mengaku merupakan Supriyadi. Selain pahlawan, buku ini juga menyoroti tokoh-tokoh yang dianggap pemberontak, yakni Kahar Muzakar dan Syam Kamaruzaman. Kahar Muzakar lebih dikenal sebagai pemberontak dari kelompok DI/TII yang bercita-cita mendirikan negara islam di Indonesia. Tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya ia adalah seorang pejuang kemerdekaan dan bahkan pernah menjadi orang kepercayaan Soekarno. Lika-liku kehidupannya dijelaskan secara lengkap di buku ini.

         Sementara Syam Kamaruzaman adalah tokoh yang mengetahui seluk-beluk dibalik peristiwa G-30-S PKI tahun 1965. Bersama D.N. Aidit, tokoh ini menjadi kunci dan bahkan mungkin menjadi penyulut salah satu peristiwa tidak berprikemanusiaan yang pernah mewarnai perjalanan sejarah negeri ini. Di dalam buku ini, tokoh ini menjadi misteri yang sesungguhnya, berkenaan dengan intrik politik dan pemerintahan yang mewarnai negeri ini pada era 1960 s/d 1970-an; Anda pasti akan terkejut membaca bab khusus tentang tokoh yang satu ini. Tokoh lain yang mungkin jarang terdengar di telinga publik adalah Sudjana Kerton. Ialah orang Indonesia pertama yang mengaku pernah diculik oleh UFO pada tahun 1979. Ingin tahu bagaimana dan siapa tokoh ini, dan bukti-bukti apa yang ia miliki dari pengalaman misteriusnya itu, semuanya dibahas lengkap dalam bab terakhir.

Kehidupan memang penuh dengan misteri, begitu pula dengan manusia itu sendiri. Ketika kita telah merasa berhasil menyingkap suatu misteri, maka misteri lain pun datang menghampiri. Sebagaimana buku kecil namun bernas karya Anton WP ini, yang secara telak membuktikan ungkapan bahwa apa-apa yang selama ini telah kita ketahui ternyata belum sepenuhnya kita ketahui.



http://www.facebook.com/notes/dion-yulianto/manusia-manusia-paling-misterius-di-indonesia/398520710163651

Tidak ada komentar: